FENOMENA HOAX
Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan, fenomena hoax itu pertama kali muncul di media sosial pada saat pemilihan gubernur (Pilgub) 2012 lalu. Oknum yang awalnya iseng-iseng memberikan kabar bohong malah dipercaya oleh masyarakat, akibatnya sampai saat ini.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menambahkan, medsos pada saat Pilgub 2012 dipenuhi dengan berita hoax, yang kemudian disusul pada saat pemilihan presiden (Pilpres) 2014.
Hoax yang beredar bukan hanya seputar dunia politik, hampir semuua bidang kehidupan pasti tercipta hoax yang entah diciptakan oleh siapa dan untuk apa. Namun, kebanyakan orang-orang yang menciptakan dan menyebar berita bohong hanya ingin dirinya terkenal lewat ulasan para netizen. Dan tercatat para netizen yang langsung mempercayai dan mengambil pusing bahkan membagikan hoax-hoax tersebut adalah orang-orang yang tidak berwawasan luas, dan itu kebanyakan adalah orang-orang yang tidak tamat sekolah atau masih di bawah umur.
Oleh karena itu, ada usulan untuk adanya Peraturan Pemerintah (PP) tentang hoax. Pasalnya di dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) nomor 11 tahun 2008, tidak mengatur secara detail mengenai hoax. "Harus ada PP dulu. Tanpa ada PP, tidak akan bisa," katanya. Dan untuk menangkal keberadaan berita-berita hoax di media sosial, pemerintah berencana membentuk Badan Cyber Nasional.
Namun kalau usulah saya, pengawasan dari orang tua terhadap anak harus lebih diperketat lagi, karena anak-anak belum sepantasnya berkomentar pada tautan-tautan di media sosial apalagi jika tautan tersebut menyangkut dunia politik. Jadi, jika orang tua mengijinkan sang anak untuk memiliki akun media sosial, orang tua juga harus mengetahui email dan password akun sang anak agar bisa di kontrol kapanpundan dimanapun orang tua berada. Dan juga memberikan pemahaman kepada sang anak bahwa negara ini adalah negara hukum dan kebodohan ataupun kepintaran seseorang ternilai dari apa yang dibicarakan dan bagaimana seseorang membicarakannya.
Komentar
Posting Komentar